Bising. Lelap. Bising. Tak ada yang dijamah. Tak ada yang tersakiti. Aku melenggang dalam euphoria ku sendiri. Terperosok di lubang yang sama. Bodoh. Ini karma. Ini karma. Aku tidak menyalahkan siapa-siapa atas hal ini. Hanya, ini semua karma. Aku menatap nanap. kadang rasanya seperti menatap wajah burukku di cermin. Refleksi seorang aku. Aku yang culas. Aku yang licik. Aku yang kejam. Tapi refleksi diriku itu hanya menyeringai. Kemudian tertawa. Aku yang tak kuasa melawan refleksi busukku itu. Tidak aku. Tidak juga yang lain. Pernah kucoba sesekali melenyapkannya. Tapi yang kurasa malah perasaan bersalah. Penderitaan. Lalu, kurengkuh lagi refleksi busukku itu. Hanya dia yang mengertiku. Hanya dia yang tak meremehkanku.
*****
Aku tersadar. Tuhan telah menyadarkanku. Sadar akan keteledoranku. Sadar atas kesia-siaanku. Sadar bahwa aku telah membodohi diriku sendiri. Sadar bahwa aku, membuang-buang waktu untuk sesuatu yang tak jelas. Hatiku kalut. Hanya otakku yang masih terus dihantui perasaan bersalah yang berdentam-dentam. Batinku kacau. Apakah ini pembalasan terhadap pengorbanan orangtuamu. Otakku seolah mendesakku. Mempersalahkan diriku.
Aku tersentak. Aku tak lagi keras kepala. Tak lagi sok pintar. Hanya menyendiri. Seperti lilin. Kini tinggal meleleh. Bodoh. Bodoh. Bahkan panca indraku sendiri kini menyalahkanku. Hey, bukankah kalian juga ambil bagian atas kebodohan yang kuperbuat. Aku mencoba protes. Kami hanya alat, bodoh. Kamu yang menggerakan kami. Kembali aku tersentak. Tak ada tempat bagi yang bodoh.
Di masa-masa suram seperti ini, hanya batin yang bersih lah yang bisa mendamaikan benci dan kebodohan. Kadang terpikir, aku terlalu lemah. Lemah terhadap godaan. Sok merasa tak terpengaruh. Padahal, godaan dimulai dari perasaan sombong dan takabur. Pantaslah aku dipersalahkan untuk ini semua. Tuhan, maafkanlah hamba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sila tinggalkan jejak di sini. Cuap-cuap asal gak mengandung SARA juga diperbolehkan.